Bandung, 10 April 2025, BERITA TOP LINE – Dunia medis Indonesia kembali diguncang oleh kabar memilukan. Seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah Pratama (31), resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerkosaan terhadap FH (21), keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Peristiwa terjadi pada Senin dini hari, 18 Maret 2025, sekitar pukul 01.00 WIB di Ruang 711 Gedung MCHC RSHS. Menurut keterangan Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, tersangka menyuruh korban menjalani prosedur transfusi darah tanpa pendamping keluarga.
Korban, yang sedang menemani ayahnya yang kritis, kemudian diminta berganti pakaian dan menjalani prosedur medis.
“Pelaku menusukkan jarum infus ke tangan korban sekitar 15 kali. Setelah cairan dimasukkan, korban mengalami pusing hingga tidak sadarkan diri,” ungkap Hendra. Diduga, dalam kondisi tak berdaya itulah pelaku melakukan tindakan pemerkosaan.
Korban baru sadar sekitar pukul 04.00 WIB dan segera melaporkan rasa sakit dan perih saat buang air kecil. Berdasarkan visum dan laporan polisi, tindakan asusila tersebut dilakukan secara sadar dan terencana.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa dari pemeriksaan awal, tersangka menunjukkan indikasi kelainan perilaku seksual.
Saat hendak diamankan, tersangka sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya. Ia kemudian dirawat dan kini telah resmi ditahan untuk proses hukum lebih lanjut.
Landasan Hukum:
Tersangka dijerat dengan Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Selain itu, tindakan ini juga melanggar prinsip etik dan kode etik profesi kedokteran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran serta UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menjamin keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pasien dan keluarga dalam pelayanan medis.
Sorotan Kritis dan Tuntutan Publik:
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius publik terhadap lemahnya pengawasan internal di rumah sakit pendidikan, terutama terkait prosedur medis yang dilakukan terhadap pasien atau keluarga pasien dalam kondisi rentan.
Masyarakat mendesak agar Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta pihak akademik di Unpad turut bertanggung jawab atas proses seleksi dan pembinaan tenaga medis.
Pakar hukum dan perlindungan perempuan menegaskan bahwa rumah sakit sebagai institusi publik wajib menjamin hak-hak korban dan mendukung proses hukum hingga tuntas.
Tindakan ini juga menggarisbawahi pentingnya SOP ketat dalam pelaksanaan prosedur medis serta pengawasan langsung dari pihak rumah sakit.