Kalimantan Selatan, BERITA TOP LINE – Pada Minggu, 23 Maret 2025 lalu, masyarakat Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dikejutkan oleh penemuan jasad seorang perempuan di Jalan Gunung Kupang, Kabupaten Banjar. Korban tersebut kemudian diidentifikasi sebagai Juwita (23)
Ia merupakan seorang jurnalis dari media daring lokal newsway.co.id dan mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari (Uniska MAAB) Banjarbaru. Awalnya, kematian Juwita diduga akibat kecelakaan lalu lintas.

Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya integritas dan profesionalisme di kalangan aparat negara, serta urgensi penegakan hukum yang adil dan transparan bagi seluruh warga negara, tanpa memandang status atau institusi.
Namun, penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian mengungkap sejumlah kejanggalan, termasuk hilangnya barang-barang pribadi korban seperti handphone dan dompet.
Setelah analisis mendalam, terungkap bahwa Juwita menjadi korban pembunuhan yang diduga dilakukan oleh kekasihnya sendiri, seorang anggota TNI Angkatan Laut berinisial J dengan pangkat Kelasi Satu.
Komandan Polisi Militer Pangkalan TNI AL Balikpapan, Mayor Laut (PM) Ronald L. Ganap, membenarkan keterlibatan oknum TNI AL tersebut dalam kasus ini.
Dalam proses penyelidikan, ditemukan komunikasi antara korban dan pelaku melalui laptop Juwita. Pesan-pesan tersebut menunjukkan bahwa pelaku sempat meminta korban untuk menemuinya, bahkan memberikan petunjuk arah. Diduga, pertemuan tersebut berujung pada tindakan kekerasan yang menyebabkan kematian Juwita.
Restu Palgunadi, Seorang Praktisi Hukum, pendiri sekaligus Ketua Umum LBH KUBI (Keadilan Untuk Bangsa Indonesia) mereaksi peristiwa pembunuhan tragis yang dilakukan oknum anggota TNI AL ini
Menurut Restu, Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh anggota militer terhadap warga sipil memiliki implikasi hukum yang kompleks.
“Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Ungkapnya
Dalam konteks militer, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) juga mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer. Pasal 2 KUHPM menyebutkan bahwa terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam KUHPM, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan peradilan militer, diterapkan hukum pidana umum. Lanjut Restu
Ini berarti, dalam kasus seperti ini, hukum pidana umum tetap berlaku bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana umum seperti pembunuhan. Ujarnya
Dijelaskan oleh Restu, Proses penyidikan terhadap anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Penyidikan dilakukan oleh Penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang meliputi Atasan yang Berhak Menghukum, Polisi Militer, dan Oditur.
Oditurat berperan sebagai badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pungkasnya
Reaksi Publik dan Tuntutan Transparansi:
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan berbagai pihak, termasuk anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, yang meminta agar penyelidikan dilakukan secara menyeluruh dan transparan.
Beliau menekankan pentingnya mengungkap motif pembunuhan dan memastikan tidak ada pihak lain yang terlibat. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.