TOP LINE – Depok – Tragedi kematian tahanan secara mendadak Rizki Akbari alias RA (26), seorang tahanan yang baru saja dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Kota Depok, memunculkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab Rutan dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok.
Rizki, yang sebelumnya dinyatakan sehat saat diserahkan oleh Polda Metro Jaya, meninggal dunia hanya beberapa jam setelah tiba di Rutan.

Tanggung Jawab Hukum
Kostaman SH, seorang pengacara terkemuka dari Kantor Hukum Kostaman & Associates yang berkantor di Jl. Raya Cileungsi – Jonggol, dengan tegas menyatakan bahwa pihak Rutan dan Kejari Depok harus bertanggung jawab penuh atas insiden ini.
“Dalam peristiwa ini, jelas tanggung jawab ada pada Rutan Kelas I Depok dan Kejaksaan Negeri Kota Depok, selaku pihak yang menitipkan tahanan. Semua pihak terkait harus menjalankan proses hukum dengan transparan dan adil demi menjunjung tinggi keadilan,” tegas Kostaman.
Lebih lanjut, Kostaman menekankan pentingnya perlindungan hak asasi manusia, bahkan bagi mereka yang berada dalam tahanan. “Tidak hanya tersangka atau terduga, bahkan terpidana pun berhak atas hak hidupnya. Ini adalah kewajiban yang tidak dapat diabaikan,” jelasnya dalam pesan teks WhatsApp kepada media.
Kronologi dan Pertanyaan Keluarga
Menurut Yudi Sumardi, ayah Rizki, anaknya masih dalam keadaan sehat dan sempat berbicara serta makan bersama sebelum diserahkan ke Rutan Depok sekitar pukul 16:30 WIB

Namun, hanya tiga jam kemudian, Rizki ditemukan dalam kondisi kritis dan akhirnya mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Primaya, Sukmajaya.
Petugas Rutan menyatakan bahwa Rizki mengeluh sakit perut sebelum dirujuk ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong.
Yudi sangat terkejut ketika menemukan tubuh anaknya dipenuhi luka lebam serta luka yang menyerupai tusukan senjata tajam di beberapa bagian tubuh, termasuk perut dan dada.
“Saat melihat tubuh anak saya, ada bekas luka lebam dan seperti tusukan senjata tajam di beberapa bagian tubuhnya. Ini sangat tidak wajar,” ungkapnya.
Kondisi ini memicu kecurigaan kuat adanya kekerasan sebelum kematian Rizki.
Proses Hukum dan Tuntutan Keadilan
Yudi juga menyoroti proses hukum yang dianggapnya tidak transparan. Ia mengaku diminta menandatangani surat pernyataan untuk tidak melakukan otopsi tanpa diberi kesempatan melihat jenazah Rizki terlebih dahulu.
“Mereka minta saya tanda tangan surat untuk tidak otopsi, tapi saya bahkan belum sempat melihat tubuh anak saya,” jelasnya.
Kostaman menambahkan bahwa kasus ini mengungkap pertanyaan serius tentang perlindungan hak-hak tahanan di Indonesia.
“Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, kelangsungan hidup, dan peningkatan taraf kehidupannya. Hal ini menuntut tanggung jawab besar dari pihak Rutan dan Kejaksaan untuk memastikan keselamatan tahanan di bawah pengawasan mereka,” tambah Kostaman.
Lebih jauh, kostaman juga mengatakan UU No. 22 Tahun 2022 tentang Lembaga Pemasyarakatan, khususnya Pasal 7 tentang Hak Tahanan, angka (2) tentang mendapatkan perawatan baik jasmani maupun rohani, serta angka (9) tentang mendapat perlakuan secara manusiawi serta terbebas dari penyiksaan baik secara fisik maupun psikis
Respon Publik dan Harapan Keluarga
Kematian tragis ini telah menarik perhatian luas dari masyarakat, yang mempertanyakan integritas dan prosedur penanganan tahanan di Rutan Depok serta proses hukum yang dijalankan oleh Kejaksaan Negeri Depok.
Publik mendesak adanya penjelasan yang transparan dan tindakan tegas untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Keluarga Rizki, melalui ayahnya, Yudi Sumardi, menuntut keadilan dan transparansi penuh atas kematian anak mereka.
Mereka berharap pihak Rutan dan Kejaksaan Negeri Depok memberikan penjelasan yang jelas terkait kejadian ini.
“Kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rizki memang salah, tapi dia belum mendapat putusan hukum dan tidak seharusnya meninggal dalam kondisi seperti ini,” ujar Yudi dengan nada sedih.
Penutup
Kostaman SH, dalam pernyataan penutupnya, menegaskan bahwa kematian mendadak seorang tahanan di bawah pengawasan negara adalah isu serius yang membutuhkan perhatian khusus.
“Publik dan keluarga korban menunggu hasil otopsi yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada,” ujarnya.
Proses otopsi dilaporkan akan memakan waktu sekitar tiga hari sejak dilaksanakan pada Jumat, 30 Agustus 2024.
Hingga saat ini, upaya untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut dari pihak Rutan Kelas I Depok dan Kejaksaan Negeri Depok masih terus dilakukan. (bersambung-red)