DEPOK, Berita Top Line – Polemik tanah warisan Ashanty di Cinangka, Kota Depok, Jawa Barat, terus bergulir. Setelah upaya mediasi tak menemukan jalan keluar, Ashanty memutuskan membawa persoalan ini ke ranah hukum.
Keputusan itu diambil karena keluarga merasa dirugikan atas penguasaan lahan yang diyakini merupakan hak waris peninggalan almarhum ayahnya.
Ashanty menegaskan, sengketa ini telah berlangsung cukup lama dan menimbulkan dampak besar bagi keluarganya. Meski tidak merinci kerugian materiil, ia menyebut luas tanah yang dipermasalahkan mencapai ribuan meter persegi.
“Sekitar 2.000 hingga 4.000 meter persegi, cukup berarti bagi keluarga kami. Besar kecilnya lahan bukan ukuran, karena kalau itu hak, tetap harus diperjuangkan,” ujarnya, Kamis (18/9).
Lebih lanjut, Ashanty mengungkapkan keluarga berencana memanfaatkan lahan tersebut untuk kepentingan sosial, seperti mendirikan yayasan atau rumah tinggal sederhana bagi anak-anaknya. Menurutnya, tanah warisan ini bukan sekadar aset ekonomi, melainkan sarat nilai historis dan emosional.
Mediasi Buntu, Pembangunan Jalan Terus
Sejak Juli 2025, sejumlah pertemuan telah digelar dengan pihak yang mengklaim kepemilikan. Namun, pembahasan yang diharapkan bisa menghadirkan titik temu justru menemui jalan buntu. Ironisnya, sebagian lahan tersebut diduga kembali diperjualbelikan hingga beralih ke tangan pengembang properti.
“Yang membuat saya kecewa, developer yang membeli tanah itu tetap melanjutkan pembangunan meski tahu statusnya masih bersengketa. Ini menunjukkan tidak ada niat baik,” tutur Ashanty.
Karena kekecewaan tersebut, keluarga pun membawa kasus ini ke pengadilan. Gugatan resmi telah dilayangkan, dan laporan juga disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok.
“Kami serahkan semuanya ke proses hukum. Gugatan sudah masuk, laporan ke pertanahan juga sudah kami lakukan. Biar nanti dibuktikan di persidangan,” tegasnya.
Respons BPN Depok
Menanggapi polemik yang ramai diperbincangkan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok, Budi Jaya, memberikan klarifikasi.
Menurutnya, BPN belum dapat memastikan objek tanah yang dimaksud karena masih menunggu data pendukung.
“Terhadap pemberitaan yang beredar, sampai saat ini belum terdapat keterangan yang jelas terkait dengan objek yang diduga tanah milik Ashanty/pihak keluarga. Oleh karena itu, identifikasi lebih lanjut tetap diperlukan,” jelas Budi.
Ia menegaskan BPN Depok selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian serta berpedoman pada regulasi yang berlaku.
“Setiap langkah BPN dilakukan dengan mematuhi aturan agar penyelesaian sengketa berjalan adil dan menghindari kesalahan administrasi. Prinsip kehati-hatian menjadi prioritas kami,” pungkasnya.
BPN Depok juga mengungkapkan telah mencoba menghubungi pihak Ashanty melalui pesan langsung (DM) di Instagram untuk melakukan diskusi. Namun hingga saat ini, belum ada respon dari pihak yang bersangkutan.
“Tujuan kami adalah memperoleh informasi yang lebih utuh, jelas, dan objektif agar dapat ditindaklanjuti secara bijak dan prosedural sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tambah Budi.
Pentingnya Kepastian Hukum Pertanahan
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya penegakan hukum di bidang pertanahan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) secara tegas menyatakan bahwa hak atas tanah dilindungi negara. Namun, penyelesaian sengketa tetap harus melalui jalur hukum agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Langkah Ashanty melaporkan kasus ini ke pengadilan dan BPN menjadi contoh bagaimana warga dapat memperjuangkan haknya secara konstitusional.
Sengketa pertanahan yang ditangani sesuai mekanisme hukum tidak hanya melindungi pemilik hak, tetapi juga menjaga kepastian hukum bagi masyarakat luas serta menciptakan iklim investasi yang sehat di daerah.