
BOGOR, Berita Top Line – Kawasan Puncak, yang dikenal sebagai ikon wisata Kabupaten Bogor, kini menghadapi ancaman serius akibat masalah tata kelola wilayah yang tak kunjung terselesaikan. Aktivitas Lingkungan dan Sosial masyarakat Puncak (KWP) menilai, kondisi ini tidak hanya merugikan warga lokal, tetapi juga menggerus daya tarik pariwisata dan mengancam keberlanjutan lingkungan.
Sekretaris KWP sekaligus juru bicara, Dede Rahmat, menegaskan bahwa persoalan Puncak bukan sekadar urusan kemacetan atau pedagang kaki lima (PKL) yang semrawut, tetapi menyangkut persoalan mendasar tata kelola wilayah yang sudah mengakar selama puluhan tahun.
“Warga sudah puluhan tahun tinggal di atas HGU PTPN tanpa kepastian hukum. Lebih parah lagi, ada oknum yang memperjualbelikan lahan garapan secara ilegal, memanfaatkan ketidakpastian ini untuk keuntungan pribadi. Situasi ini merugikan warga, memicu konflik horizontal, dan merusak citra perjuangan mereka,” ujarnya, Selasa (12/8).
KWP juga mengungkap adanya maraknya pembangunan vila dan tempat usaha tanpa izin di kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air. Dede menilai, alih fungsi lahan yang tidak terkendali ini memperparah risiko bencana alam seperti banjir dan longsor, serta mengganggu ketersediaan air bersih.
“Pemerintah dan aparat harus jadi pelindung warga, bukan membiarkan intimidasi dari oknum. Kalau ini dibiarkan, Puncak hanya akan jadi cerita masa lalu rusak, kumuh, dan penuh konflik,” tegasnya.
Dalam kajian mendalamnya, KWP mengajukan lima langkah strategis untuk membenahi Puncak secara bertahap namun terukur.
1. Pembentukan Tim Bersama (Task Force)
Melalui SK Bupati, tim ini harus melibatkan Pemkab Bogor, Badan Pertanahan Nasional (BPN), PTPN, Kementerian Lingkungan Hidup, serta perwakilan warga.
Inventarisasi lahan, verifikasi status hukum, dan memfasilitasi mediasi antara warga dan PTPN.
Target: dalam 6–12 bulan, peta masalah hukum lahan sudah jelas dan memiliki rencana penyelesaian.
2. Peta Digital Tata Ruang Terbuka untuk Publik
KWP menuntut adanya transparansi data tata ruang. Peta HGU, zonasi tata ruang, dan daftar izin bangunan harus dipublikasikan secara daring dan dapat diakses masyarakat.
Manfaat: meminimalisir sengketa baru, mencegah perizinan ganda, dan memberi kejelasan bagi investor maupun warga.
Implementasi: bisa memanfaatkan platform GIS (Geographic Information System) yang terintegrasi dengan portal Pemkab.
3. Penataan PKL dengan Moratorium Penertiban Reaktif
Alih-alih melakukan penertiban mendadak yang kerap memicu konflik, KWP mengusulkan pendekatan relokasi bertahap:
Menyediakan sentra kuliner dan pusat oleh-oleh yang terintegrasi dengan fasilitas parkir dan sanitasi.
PKL yang direlokasi diberikan pelatihan manajemen usaha, sertifikasi kebersihan, dan bantuan modal usaha.
Pendekatan ini menjaga mata pencaharian warga sekaligus menata estetika kawasan wisata.
4. Pengembangan Kawasan Wisata Agropolitan & Blueprint Pariwisata Puncak
KWP menilai, Pemkab Bogor harus menyusun Blueprint Pariwisata Kabupaten Bogor yang fokus pada tata kelola Puncak. Blueprint ini akan menjadi panduan jangka panjang yang mengatur:
Penetapan zona wisata, zona hijau, dan zona pertanian secara tegas, sehingga tidak ada tumpang tindih fungsi lahan.
Integrasi jalur transportasi wisata dengan titik parkir terpusat, mengurangi kemacetan di jalur utama.
Standarisasi desain bangunan wisata agar selaras dengan karakter lingkungan dan tidak merusak ekosistem.
Sistem perizinan terpadu dan transparan, sehingga pengusaha tidak terjebak birokrasi berbelit.
Pemanfaatan lahan HGU yang tidak produktif menjadi area agrowisata, kebun edukasi, dan ruang publik hijau yang dikelola bersama oleh PTPN, pelaku usaha, dan masyarakat.
“Kalau blueprint ini benar-benar dijalankan, Puncak tidak akan tumbuh liar lagi. Semua tertata, wisatawan nyaman, warga diuntungkan, dan lingkungan tetap lestari,” tegas Dede.
5. Pemanfaatan Perpres No. 62 Tahun 2023
KWP menekankan pentingnya membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di tingkat kabupaten.
Tugasnya: mengidentifikasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan mengajukan pelepasan sebagian HGU PTPN untuk pemukiman warga.
Langkah ini bukan hanya memberikan kepastian hukum bagi warga, tapi juga mengurangi potensi konflik berkepanjangan.
KWP Siap Bersinergi
Menutup pernyataannya, Dede menegaskan bahwa KWP tidak sekadar mengkritik.
KWP siap mengumpulkan data lapangan,
menjadi jembatan komunikasi antara warga dan pemerintah,
serta memastikan pemantauan berkelanjutan terhadap progres kebijakan.
” Kepada Bapak Bupati yang Terhormat, mari bersama-sama wujudkan Kuta Udaya Wangsa, Bogor Istimewa. KWP siap menjadi mitra pemerintah yang siap membantu mewujudkan cita-cita tersebut demi kesejahteraan warga dan kelestarian Puncak.”pungkasnya.
Kontributor : Joe Salim