Kebijakan KLHK Dinilai Tebang Pilih, Usaha Kecil Jadi Korban

Kebijakan KLHK Dinilai Tebang Pilih, Usaha Kecil Jadi Korban
Menjaga lingkungan bukan berarti mengorbankan rakyat kecil. KLHK disorot karena dinilai hanya tegas kepada yang lemah, dan diam pada raksasa bisnis."

BERITA TOP LINE, Bogor, 1 Agustus 2025 — Kebijakan penertiban bangunan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kembali menuai sorotan tajam. Masyarakat lokal yang tergabung dalam Karukunan Wargi Puncak (KWP) mempertanyakan keberpihakan pemerintah pusat yang dinilai hanya menyasar pelaku usaha kecil-menengah, sementara perusahaan besar tetap dibiarkan berdiri.

Koordinator KWP, Deden Abdurrahman, menilai kebijakan KLHK tidak adil dan cenderung represif terhadap rakyat kecil.
“Usaha-usaha rakyat ditekan, sementara bangunan komersial berskala besar tetap tak tersentuh. Ini bukan penegakan hukum, tapi pencitraan semu,” tegasnya.

KLHK
Menjaga lingkungan bukan berarti mengorbankan rakyat kecil. KLHK disorot karena dinilai hanya tegas kepada yang lemah, dan diam pada raksasa bisnis.”

Deden menyebut sejumlah nama besar seperti Taman Safari Indonesia, Enchanted Valley, hingga Rest Area Gunung Mas masih berdiri kokoh, meski berada di zona rawan bencana dan kawasan resapan air.

Tudingan Tajam terhadap Perhutani dan HGU
Menurut KWP, banyak vila, resort, dan kafe yang berdiri di atas lahan HGU milik Perum Perhutani yang seharusnya tunduk pada regulasi konservasi, namun tidak pernah ditertibkan.

Hal ini dinilai bertentangan dengan semangat pelestarian lingkungan sebagaimana diatur dalam:
• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional
• Perpres No. 87 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Puncak-Bogor-Cianjur

Ancaman Sosial-Ekonomi Warga Lokal
KWP menegaskan bahwa penertiban bangunan seharusnya mempertimbangkan aspek sosial ekonomi warga sekitar, karena banyak usaha mikro dan menengah yang menggantungkan hidup pada sektor pariwisata dan kuliner di kawasan tersebut.

 

“Di balik satu bangunan usaha, ada banyak keluarga yang menggantungkan hidup. Jika dibongkar, apa jaminan mereka tak jadi pengangguran?” ujar Deden.

Kritik terhadap PTPN dan Lemahnya Komunikasi BUMN
KWP juga mengkritik sikap pasif PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang dianggap tidak membela mitra usahanya yang kini terkena dampak kebijakan KLHK.

Padahal, banyak pelaku usaha kecil telah menjalin kemitraan resmi dengan anak perusahaan BUMN tersebut.

 

“PTPN diam saat mitranya dihantam. Padahal mereka turut menikmati hasilnya. Ini bentuk pengabaian tanggung jawab sosial,” kata Deden.

Ia menyebut lemahnya komunikasi dan koordinasi antar instansi pemerintah, khususnya antara KLHK dan Kementerian BUMN, sebagai cermin buruknya tata kelola negara.

 

“Ini jeruk makan jeruk. Lembaga negara saling hantam, rakyat kecil jadi korban,” tegasnya.

Dewan dan Pemkab Dinilai Abai
Tak hanya pemerintah pusat, kritik juga ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan DPRD. Menurut KWP, tidak terlihat adanya peran aktif dari para pemangku kebijakan lokal dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat yang terdampak.

 

“Pemkab terlalu sibuk membangun citra, sementara rakyatnya dibiarkan terluka. Dewan juga seolah hilang dari radar,” ujarnya.

Seruan untuk Penataan Kawasan yang Adil
KWP menyatakan mendukung penuh pelestarian lingkungan di kawasan Puncak. Namun penataan harus dilakukan secara adil, transparan, dan tidak tebang pilih.

 

“Kami bukan menolak penghijauan. Tapi jangan jadikan agenda lingkungan sebagai alat menyingkirkan yang lemah. Hijaukan Puncak, tapi jangan kubur masa depan kami,” pungkas Deden.

Kontributor: Joe Salim
Editor: Rio Riberka

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *