Fenomena Bisnis Kartu Pers di Bireuen: ASN dan Pejabat tunjukan kartu Pers “saya juga wartawan” 

Kartu pers
Kartu pers dijual bebas seharga Rp400–500 ribu di Bireuen. Wartawan gadungan bermunculan, profesi jurnalis dipertaruhkan.

Bireuen, Aceh BERITA TOP LINE – Dugaan praktik ilegal jual beli kartu pers mencuat di Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat publik dilaporkan membeli kartu identitas wartawan dari media online tertentu dengan harga antara Rp400 ribu hingga Rp500 ribu per lembar.

Fenomena ini mengakibatkan lonjakan jumlah orang yang mengaku sebagai wartawan di wilayah Bireuen, meskipun tidak memiliki kompetensi jurnalistik ataupun karya tulis yang layak.

Kartu pers tersebut diperoleh dengan mudah, seolah menjadi komoditas umum tanpa melalui proses seleksi atau verifikasi dari organisasi pers resmi.

“Ini sudah menjadi ladang bisnis. Kartu pers dijual seperti gorengan, siapa saja bisa punya,” ujar Rizki Maulana seorang pengacara dari Bireun kepada media, Jumat (27/6/2025).

Ia juga menyayangkan lemahnya pengawasan dari organisasi pers dan lembaga pemerintah terkait.

Dilansir beritamerdeka.net, Seorang kepala desa (keuchik) di Bireuen yang enggan disebutkan namanya mengaku pernah didatangi oknum wartawan yang menunjukkan kartu pers dari media online tertentu, namun tidak memiliki portofolio liputan atau berita yang jelas.

Bahkan, beberapa di antaranya melakukan intimidasi terhadap kepala sekolah atau pejabat lokal.

Lebih memprihatinkan lagi, sejumlah ASN eselon II dan III mengaku sebagai wartawan, sembari menunjukkan kartu pers ketika ditemui di lingkungan kerja.

Kartu pers
Kartu pers dijual bebas seharga Rp400–500 ribu di Bireuen. Wartawan gadungan bermunculan, profesi jurnalis dipertaruhkan.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN dilarang menjalankan profesi ganda, apalagi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik serta Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa jurnalis adalah profesi independen yang menuntut dedikasi penuh dan tidak dapat dirangkap dengan jabatan lain, seperti ASN, TNI, Polri, pengacara, maupun aktivis LSM.

“ASN harus memilih, apakah tetap sebagai abdi negara atau menjadi wartawan. Tidak bisa keduanya sekaligus,” tegas seorang praktisi media lokal.

Jika ditemukan ASN aktif yang juga menjadi wartawan tanpa izin atau rekomendasi resmi, pejabat berwenang seperti Bupati, Sekda, atau Kepala Dinas berhak mencopot atau memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Organisasi pers nasional maupun daerah diharapkan segera melakukan penertiban terhadap media dan oknum yang menyalahgunakan profesi jurnalis untuk kepentingan pribadi.

Edukasi terhadap publik dan pejabat daerah juga penting dilakukan, agar masyarakat memahami peran dan tanggung jawab wartawan yang sesungguhnya.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *