Depok, beritatopline.com – Kecelakaan tragis yang menimpa bus pariwisata Trans Putera Fajar, yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok di Jalan Ciater, Subang, pada Sabtu (11/5/2024), kembali memicu sorotan tajam terhadap keamanan study tour.
Insiden ini menewaskan beberapa korban dan melukai banyak lainnya, menimbulkan desakan evaluasi kebijakan terkait keselamatan siswa dalam perjalanan wisata sekolah.
Bus bernomor polisi AD 7524 OG tersebut diduga mengalami rem blong, menyebabkan kendaraan kehilangan kendali hingga menabrak mobil Feroza D 1455 VCD.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris, menegaskan bahwa bus tersebut bukan berasal dari Depok, melainkan merupakan penyedia jasa langganan SMK Lingga Kencana dari PO Trans Putera Fajar.
Kepala Sekolah SMK Lingga Kencana, Sarojhi, menyatakan bahwa pihak sekolah telah menggunakan jasa PO tersebut sejak tahun sebelumnya tanpa kendala berarti.
Namun, tragedi ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, terutama dari Masyarakat Pemerhati Pembangunan Depok (MPPD), yang menilai perlunya regulasi lebih ketat dalam penyelenggaraan study tour.
Ketua MPPD, Ibrahim Ely, mengungkapkan bahwa masyarakat mulai mengadukan polemik terkait keberlanjutan study tour ke luar kota.
“Meski kegiatan ini memiliki payung hukum, pelaksanaannya harus lebih diawasi. Regulasi yang lebih ketat sangat diperlukan demi keselamatan siswa dan penyelenggara,” ujarnya.
Sebagai respons, MPPD membuka e-voting untuk menampung aspirasi publik terkait keberlanjutan study tour.
Hasil jajak pendapat ini akan dijadikan dasar pertimbangan bagi pemerintah dalam mengevaluasi kebijakan ke depan.
Sementara itu, Jasa Raharja dan Pemerintah Kota Depok telah memberikan santunan kepada korban kecelakaan, masing-masing sebesar Rp20 juta dan Rp10 juta.
Namun, santunan tersebut tidak cukup untuk menggantikan nyawa dan trauma yang dialami korban serta keluarga mereka.
Landasan Hukum dan Urgensi Regulasi
Peristiwa ini menyoroti pentingnya pengawasan lebih ketat terhadap kendaraan pariwisata yang digunakan dalam kegiatan pendidikan.
menurut ibrahim, saat ini regulasi terkait kegiatan pendidikan diluar sekolah dapat merujuk pada:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengatur standar keselamatan kendaraan bermotor, termasuk bus pariwisata.
2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 85 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum, yang mengatur kelaikan operasional angkutan penumpang.
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang dapat menjadi acuan bagi sekolah dalam mengambil keputusan terkait kegiatan di luar lingkungan pendidikan.

Kecelakaan ini menjadi momentum bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk mengevaluasi keamanan study tour.
Masih kata Ibrahim, Regulasi yang lebih ketat, seleksi ketat terhadap penyedia transportasi, serta peningkatan pengawasan harus segera diterapkan agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Keamanan siswa harus menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan pendidikan, termasuk perjalanan wisata sekolah.”pungkas Ibrahim kepada media
Kurang Baik,Karna Blm Tentu Semua Orang Tua Murid,Ekonomi Nya Memadai
Terbitkan