
Puncak, Bogor, Berita Top Line – Polemik keberadaan restoran Asep Stroberi (Astro) di jalur wisata Puncak kembali memicu perdebatan publik. Sementara lapak pedagang kecil habis ditertibkan oleh Satpol PP, restoran besar berlantai tiga itu justru tetap beroperasi tanpa hambatan.
Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan bagi warga dan pedagang kecil yang kehilangan mata pencaharian. Mereka mempertanyakan mengapa aturan diterapkan keras kepada usaha kecil, tetapi tampak longgar kepada usaha besar.

Sekretaris Jenderal Karukunan Wargi Puncak, Dede Rahmat, menegaskan fenomena ini telah memicu kecemburuan sosial.
“Pemilik kios yang dibongkar merasa aneh dan tidak adil dengan tetap beroperasinya Astro. Publik bertanya-tanya, kenapa usaha kecil ditertibkan, sementara restoran ini seperti kebal aturan,” ujarnya, Rabu (27/8).
Menurut Dede, Dinas Ketertiban dan Penegakan Peraturan (DKPP) Kabupaten Bogor sudah dua kali mengeluarkan teguran resmi kepada pengelola Astro. Namun, teguran tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Dugaan pelanggaran perizinan menjadi akar masalah utama.
“Perizinan awal hanya untuk dua lantai, tapi dibangun tiga lantai. Ini jelas melanggar. Jika dibiarkan, aturan akan terlihat tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tegasnya.
Selain itu, Dede mengingatkan kembali janji pemerintah daerah di masa Bupati Ade Yasin dan Gubernur Jawa Barat saat itu, Ridwan Kamil, yang berkomitmen mengembalikan kawasan eks Rindu Alam menjadi ruang terbuka hijau.
Kini kewenangan lahan berada di tangan Pemprov Jawa Barat. “Kami menunggu langkah nyata Gubernur Dedi Mulyadi. Jangan sampai publik menilai ada pembiaran,” ujarnya.
Situasi ini memicu rencana aksi warga dan pedagang kecil yang menuntut keadilan. Mereka siap turun ke jalan jika pemerintah tidak menunjukkan sikap tegas. “Ini bukan hanya soal restoran, tapi soal keadilan dan martabat masyarakat Puncak,” kata salah seorang tokoh warga.
Ironisnya, di tengah kontroversi, restoran Astro tetap ramai pengunjung. Parkiran penuh, meja padat, dan antrian wisatawan terus mengalir. Kontras dengan kios rakyat yang kini tinggal kenangan.
Sorotan publik kini tertuju pada langkah Pemprov Jawa Barat. Apakah restoran ini akan tetap dibiarkan berjaya, atau ditertibkan sebagaimana usaha kecil lainnya? Jawaban atas persoalan ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan tanpa diskriminasi.
Kasus ini terkait langsung dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur setiap pembangunan harus sesuai izin yang diberikan.
Pelanggaran izin bangunan dapat dikenai sanksi administratif hingga pembongkaran (Pasal 115).
Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib menegakkan peraturan daerah secara adil tanpa diskriminasi.
Di sisi lain, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor tentang Penataan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang juga menekankan perlunya menjaga keseimbangan kawasan strategis wisata Puncak.
Dengan dasar hukum tersebut, pemerintah daerah dan provinsi memiliki kewajiban untuk menindak tegas setiap pelanggaran, tanpa memandang besar kecilnya usaha.