Jakarta, BERITA TOP LINE — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan komitmennya untuk mempercepat proses sertifikasi tanah wakaf di seluruh Indonesia.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyatakan bahwa pemerintah menargetkan penyelesaian setidaknya 90% dari seluruh bidang tanah wakaf yang belum bersertifikat dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
Pernyataan tersebut disampaikan Nusron dalam acara Rapat Kerja Nasional dan Halal Bihalal Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Tavia Heritage Hotel, Jakarta, Sabtu (17/5/2025).
Dalam kesempatan itu, Kementerian ATR/BPN dan DMI menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) sebagai bentuk sinergi dalam percepatan sertifikasi tanah wakaf.

“Dengan MoU ini, kami sangat terbantu dalam memetakan dan menuntaskan tanah wakaf yang belum tersertifikasi. Langkah ini penting untuk memastikan aset keagamaan terlindungi secara hukum,” ujar Menteri Nusron.
Berdasarkan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia, hingga saat ini tercatat sebanyak 561.909 bidang tanah wakaf di seluruh Indonesia.
Namun dari jumlah tersebut, baru 267.994 bidang yang sudah terdaftar, dengan total luas mencapai 25.874 hektare.
Artinya, tingkat sertifikasi tanah wakaf nasional baru mencapai sekitar 47,6%. Sementara itu, pada tahun 2025 saja, Kementerian ATR/BPN telah menyertifikasi sebanyak 2.411 bidang tanah wakaf.
Sebagai langkah strategis, sejak 1 Maret 2025, Kementerian ATR/BPN telah membuka layanan loket khusus untuk sertifikasi tanah wakaf, yayasan keagamaan, dan organisasi masyarakat.
Fasilitas ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat proses administrasi yang sebelumnya kerap memakan waktu lama karena antrean sertifikat dalam jumlah besar.
“Setiap tahun kami menerbitkan sekitar tujuh juta sertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Oleh karena itu, tanah wakaf perlu jalur percepatan agar tidak terhambat oleh antrean program lainnya,” tambah Nusron.
Langkah ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang menegaskan bahwa setiap harta benda wakaf harus dicatat dan didaftarkan secara resmi di Kantor Pertanahan.
Regulasi ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan UU Wakaf, termasuk keharusan sertifikasi agar harta wakaf terlindungi secara hukum dari klaim pihak lain.
Dalam sambutannya, Ketua Umum DMI, Dr. H. M. Jusuf Kalla, menegaskan pentingnya sertifikasi tanah wakaf untuk mencegah potensi konflik, terutama dalam hal warisan pewakif yang sering menjadi sengketa di kemudian hari.
“Kami menaruh perhatian besar terhadap aset masjid dan lembaga keagamaan. Konflik sering kali muncul di lembaga pendidikan karena status tanahnya tidak jelas. Kami ingin masjid terbebas dari permasalahan seperti itu,” kata Jusuf Kalla.
MoU antara ATR/BPN dan DMI mencakup pendaftaran tanah wakaf milik DMI, asistensi hukum pertanahan, hingga pencegahan konflik agraria melalui sertifikasi yang sah dan transparan. Sinergi ini diharapkan mampu menjaga keberlangsungan fungsi sosial, pendidikan, dan keagamaan dari tanah-tanah wakaf.
Turut hadir dalam acara tersebut Menteri ATR/BPN periode 2016–2022 Sofyan A. Djalil, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, serta perwakilan DMI dari seluruh Indonesia dan berbagai organisasi keagamaan lainnya.
Langkah ini dipandang sebagai salah satu upaya strategis pemerintah dalam menjamin kepastian hukum atas aset wakaf yang memiliki fungsi vital bagi umat dan masyarakat luas.
Dalam jangka panjang, percepatan sertifikasi tanah wakaf juga dapat membantu optimalisasi pemanfaatan lahan keagamaan untuk pendidikan, sosial, hingga pemberdayaan ekonomi berbasis syariah.