Bogor, BERITA TOP LINE — Telah terjadi pungutan biaya perpisahan di SDN Nanggerang 02, Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor, hal ini menuai perbincangan hangat masyarakat dari berbagai kalangan.
Namun pihak sekolah memberikan keterangan bahwa hal tersebut belum ada kepastian dan baru akan dirapatkan
Hal ini disampaikan oleh Kepsek SDN Nanggerang 02 Nasan Tirtayana, SPd., pada Jumat (16/5/2025) di ruang kerjanya, SDN Nanggerang 02, Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor kepada wartawan
“Sampai saat ini, kami tidak tahu menahu adanya pungutan terkait perpisahan kelas 6, karena kami juga belum mengadakan rapat dengan para orang tua siswa dan para guru yang lainnya,” ujar Nasan.
Diakui Nasan, perihal pungutan ini justru sedang kami pertimbangkan, mengingat rapat dengan para orangtua siswa pun baru akan digelar setelah anak-anak menempuh ujian.
“Kegiatan perpisahan SDN Nanggerang 2 belum diputuskan secara resmi. Saya akan klarifikasi dulu. Bisa jadi itu dari inisiatif korlas. Hari Selasa kami akan rapat dengan para wali murid untuk menjelaskan situasi ini,” terang Nasan.
Ia pun menyebut bahwa kemungkinan pengumpulan dana ini, berasal dari inisiasi orang tua murid atau koordinator kelas (korlas), tanpa sepengetahuan dari pihak sekolah, dalam hal ini dirinya selaku Kepala sekolah.
Namun demikian, meskipun belum ada keputusan resmi, pungutan telah berjalan. Hal ini memunculkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan wewenang serta pelanggaran terhadap regulasi pendidikan nasional.
Keluhan ini mencuat, setelah ada salah satu orangtua siswa yang mengetahui bahwa pembayaran sudah dimulai meski belum ada kejelasan soal jadwal maupun rincian kegiatan.
Bahkan, orangtua siswa tersebut menyatakan bahwa dirinya tidak pernah diajak musyawarah atau dilibatkan dalam rapat resmi bersama komite sekolah.
“Anak saya tidak ikut pergi perpisahan keluar kota, tapi tetap diminta bayar Rp400 ribu.,” ungkap salah satu orang tua siswa (ortusi)
Dikatakan ortusi, perpisahan keluar kota itu menelan biaya persiswa sebesar Rp750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) sedangkan bagi siswa yang tidak ikut kegiatan perpisahan keluar kota dikenakan pembayaran sebesar Rp400.000 (empat ratus ribu rupiah).
Pungutan yang tidak diketahui oleh pihak sekolah ini dipertanyakan resmi atau tidaknya hal ini menuai pertanyaan berbagai kalangan
Pihak Dinas Pendidikan kabupaten Bogor menanggapi serius hal ini, Kepala Seksi Pengawasan dan Pembinaan Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Ahmad Supriyatna, menegaskan pentingnya prosedur resmi dalam setiap pengumpulan dana di lingkungan sekolah negeri.
“Semua bentuk pungutan wajib melalui kesepakatan resmi antara komite sekolah dan wali murid, serta tidak boleh memaksa. Jika terbukti tidak melalui mekanisme ini, maka itu termasuk pelanggaran dan akan ditindaklanjuti,” jelas Ahmad saat dikonfirmasi melalui telepon.
Ia juga mengatakan bahwa pihaknya akan segera meminta keterangan dan penjelasan serta verifikasi kelapangan terkait laporan wali murid.
Disisi lain, pemantau pendidikan menilai hal ini adalah Gejala Komersialisasi Sekolah
Masyarakat Pemerhati Pembangunan Indonesia (MPPI), Ibrahim Ely, menilai praktik semacam ini sebagai bentuk awal dari komersialisasi pendidikan dasar.
“Kegiatan perpisahan atau studi tour bukan kegiatan wajib kurikulum. Jika dijadikan ajang pungutan, apalagi tanpa transparansi dan kesepakatan, maka ini menciderai prinsip keadilan dalam pendidikan,” tegas Ibrahim
MPPI mendesak agar Dinas Pendidikan tidak hanya menindak kasus ini, tetapi juga memperkuat sosialisasi kepada sekolah tentang larangan pungutan yang tidak sah.
Jika hal ini benar terjadi, maka perbuatan tersebut melanggar sejumlah dasar hukum diantaranya:
• Permendikbud No. 75 Tahun 2016: Pungutan hanya boleh dilakukan berdasarkan musyawarah bersama komite sekolah, bersifat sukarela dan tidak mengikat.
• Permendikbud No. 44 Tahun 2012: Sekolah dasar negeri dilarang memungut biaya dari peserta didik atau orang tua.
• UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas: Pendidikan wajib diselenggarakan secara adil, merata, dan bebas dari komersialisasi.
• Inpres No. 9 Tahun 2016: Menginstruksikan pemberantasan pungli di seluruh sektor, termasuk pendidikan.
Larangan dari Gubernur Jawa Barat
Kasus ini semakin menjadi sorotan seiring dengan larangan resmi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terhadap kegiatan perpisahan berbayar. Dalam Surat Edaran Disdik Jabar No. 6685/PW.01/Sekre, ditegaskan bahwa perpisahan boleh digelar asal tidak melibatkan pungutan dari orang tua dan tidak dibebankan kepada sekolah.
Gubernur bahkan mencontohkan kegiatan perpisahan di MAN 2 Ciamis yang berlangsung sederhana dan tanpa pungutan, sebagai model ideal penyelenggaraan kegiatan sekolah yang inklusif dan bebas biaya.
Masyarakat berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor segera mengambil tindakan terkait pengaduan ini, agar tercipta kepastian hukum dan tidak terjadi pembiaran.
Diperlukan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat untuk memastikan sekolah tidak menyimpang dari fungsi utamanya: memberikan layanan pendidikan yang adil, merata, dan bebas pungli.