Puncak, Bogor, BERITA TOP LINE — Sorotan tajam kembali diarahkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas lemahnya pengawasan terhadap maraknya alih fungsi lahan di kawasan Puncak, Bogor.
Penyegelan sejumlah lokasi oleh KLHK dinilai hanya bersifat simbolis tanpa diiringi langkah tegas yang berdampak nyata di lapangan.
Alih fungsi kawasan konservasi dan perkebunan negara menjadi area komersial seperti vila, glamping mewah, hingga wahana wisata buatan semakin tak terkendali.
Ironisnya, kegiatan ini difasilitasi melalui skema kerja sama operasional (KSO) antara pemilik lahan negara seperti PTPN I Regional 2 dengan sejumlah perusahaan swasta.

Padahal, berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, alih fungsi kawasan konservasi secara sembarangan merupakan pelanggaran serius yang mengancam fungsi ekologis dan keselamatan lingkungan hidup.
KLHK sebelumnya telah mengumumkan penyegelan terhadap 18 KSO dan mencantumkan 33 lokasi lainnya dalam daftar pelanggar. Namun faktanya, penyegelan tersebut belum diikuti dengan penindakan lanjutan. Bangunan masih berdiri, aktivitas komersial tetap berlangsung, dan lahan tetap dikuasai oleh pihak swasta.
Berikut beberapa perusahaan yang telah disegel namun belum ada tindak lanjut yang jelas:
• PT Perusahaan Perkebunan Sumber Sari Bumi Pakuan (PPSSBP)
• PTPN I Regional 2 Gunung Mas
• Eiger Adventure Land, Megamendung
• PT Bobobox Asset Management (Bobocabin Puncak)
• PT Pinus Foresta Indonesia
• PT Kurnia Puncak Wisata
• CV Mega Karya Nugraha
• PT Jelajah Handal Lintasan
• PT Farm Nature & Rainbow Add
Sejak 2022, Bappedalitbang Kabupaten Bogor telah memperingatkan PTPN I Regional 2 untuk menghentikan KSO yang telah melampaui ambang Koefisien Zona Terbangun (KZT) dan Koefisien Wilayah Terbangun (KWT). Namun, hingga kini belum ada tindak lanjut berupa pembongkaran, pemulihan lahan, atau pemulihan ekosistem kawasan.
Karukunan Wargi Puncak (KWP), kelompok masyarakat peduli lingkungan di kawasan Puncak, menyuarakan keprihatinan mendalam. Mereka mempertanyakan komitmen dan keberanian KLHK dalam menegakkan hukum lingkungan.
“Jika KLHK tidak cukup kuat untuk bergerak sendiri, masyarakat siap mendampingi. Kami tidak ingin Puncak hanya jadi panggung pembangunan yang mengorbankan alam,” ujar juru bicara KWP.
KWP juga mencontohkan kasus PT Jaswita Lestari (Hibisc Fantasy) yang berhasil dibongkar setelah mendapat tekanan dan dukungan dari masyarakat. Ini membuktikan bahwa keterlibatan publik dapat mendorong keberanian institusi negara untuk bertindak tegas.
Kini masyarakat menunggu: Apakah KLHK akan menunjukkan taringnya sebagai penjaga lingkungan hidup nasional, atau kembali menjadi penonton di tengah kerusakan alam yang terus meluas?