Jakarta, BERITA TOP LINE – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, sebagai tersangka kasus korupsi Pokir terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2025.
Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Ketiga tersangka tersebut adalah Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III, M. Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III, dan Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU. Mereka diduga menyalahgunakan fungsi legislasi dengan meminta “jatah pokok pikiran (pokir)” sebagai kompensasi atas persetujuan RAPBD.
Sorotan Utama Kasus: Pokir Dijadikan Proyek Rp 35 Miliar
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Januari 2025 saat pembahasan RAPBD OKU.
Sejumlah perwakilan DPRD mendatangi Pemerintah Kabupaten OKU dan meminta agar alokasi pokir mereka dialihkan dalam bentuk proyek fisik yang bersumber dari anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Permintaan tersebut kemudian disepakati bersama Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriyansah (NOP), dengan nilai proyek mencapai Rp 40 miliar, yang kemudian dikurangi menjadi Rp 35 miliar karena keterbatasan anggaran.
Dari total proyek tersebut, disepakati pula pemberian fee sebesar 20 persen atau sekitar Rp 7 miliar kepada para anggota DPRD.
Dalam perkembangan selanjutnya, anggaran Dinas PUPR OKU tahun 2025 melonjak dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar setelah kesepakatan tercapai. Dana sebesar Rp 35 miliar dari total tersebut dialihkan ke sembilan proyek berikut:
• Rehabilitasi Rumah Dinas Bupati – Rp 8,3 miliar (CV RF)
• Rehabilitasi Rumah Dinas Wakil Bupati – Rp 2,4 miliar (CV RE)
• Pembangunan Kantor Dinas PUPR – Rp 9,8 miliar (CV DSA)
• Pembangunan Jembatan Desa Guna Makmur – Rp 983 juta (CV GR)
• Peningkatan Jalan Tanjung Manggus – Bandar Agung – Rp 4,9 miliar (CV DSA)
• Peningkatan Jalan Desa Panai Makmur – Rp 4,9 miliar (CV AJN)
• Peningkatan Jalan Unit 16 Kedaton Timur – Rp 4,9 miliar (CV MDR Corporation)
• Peningkatan Jalan Letnan Muda MSD Junet – Rp 4,8 miliar (CV BH)
• Peningkatan Jalan Desa Makartitama – Rp 3,9 miliar (CV MDR)
Namun, pengerjaan proyek tersebut diketahui tidak dilaksanakan oleh perusahaan yang tercatat. Nama perusahaan hanya dipinjam alias menjadi “bendera“, sedangkan pelaksana lapangan adalah dua pihak swasta yang juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Tersangka & Pasal yang Dilanggar
KPK resmi menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni:
• Ferlan Juliansyah (Anggota Komisi III DPRD OKU)
• M. Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU)
• Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU)
• Nopriyansah (Kadis PUPR Kabupaten OKU)
• M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (swasta)
Mereka dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
• Pasal 12 huruf a, d, f, dan huruf D: menyangkut penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi oleh pejabat negara.
• Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b: menyangkut pemberian suap kepada penyelenggara negara oleh pihak swasta.
Landasan Hukum Tambahan yang relevan
• Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur proses penyusunan dan persetujuan RAPBD serta pelibatan legislatif.
• Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, yang menegaskan bahwa pokok-pokok pikiran DPRD tidak boleh menjadi instrumen transaksi politik atau alat tukar proyek.
• UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan asas akuntabilitas dan transparansi dalam penyusunan anggaran daerah.
KPK menegaskan bahwa penyalahgunaan pokir untuk proyek dan fee pribadi adalah bentuk korupsi sistemik yang merusak tata kelola pemerintahan daerah dan menyalahi prinsip-prinsip demokrasi serta keadilan sosial.