Bogor, BERITA TOP LINE – Permintaan maaf Direktur Utama Holding PTPN III, Mohammad Abdul Ghani, atas alih fungsi lahan di kawasan Puncak dinilai hanya basa-basi belaka.
Ucapan itu baru muncul setelah bencana banjir dan longsor melanda wilayah tersebut, memicu keresahan masyarakat. Sayangnya, permintaan maaf ini tidak disertai langkah konkret untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
Pengawasan Lemah, Alih Fungsi Lahan Merajalela
PTPN III berdalih bahwa mitra kerja mereka bertanggung jawab atas alih fungsi lahan yang terjadi.
Namun, sebagai pemegang kendali penuh atas konsesi lahan, tanggung jawab utama tetap berada di tangan PTPN III.
Sayangnya, pengawasan yang lemah dan kurangnya tindakan tegas membuat lahan di Puncak terus dialihfungsikan secara ilegal demi kepentingan bisnis semata.

Fakta di lapangan menunjukkan:
Minimnya pengawasan → Mitra dibiarkan mengelola lahan tanpa kontrol ketat.
Tidak ada tindakan preventif → PTPN III baru bereaksi setelah bencana terjadi.
Keuntungan di atas keberlanjutan → Ekosistem dikorbankan demi cuan instan.
Kondisi ini bertentangan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengamanatkan setiap pengelola lahan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan.
Janji Perbaikan Tanpa Rencana Jelas
Dalam pernyataannya, Ghani menyebutkan adanya evaluasi dan langkah perbaikan ke depan. Namun, hingga kini belum ada rencana konkret yang dipaparkan kepada publik. Tanpa audit menyeluruh dan sanksi tegas terhadap pihak yang melanggar, perbaikan yang dijanjikan hanya menjadi retorika tanpa eksekusi nyata.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, wilayah Puncak seharusnya dipertahankan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh dialihfungsikan sembarangan. Fakta bahwa PTPN III membiarkan alih fungsi terjadi menunjukkan adanya pembiaran yang mengancam stabilitas lingkungan.
Tuntutan Warga: Audit, Hentikan Alih Fungsi, Pulihkan Ekosistem
Organisasi masyarakat seperti Kerukunan Wargi Puncak (KWP) dan Paguyuban Sunda Muda (PSM) menuntut tindakan tegas dari PTPN III dan pemerintah. Mereka mendesak agar:
✅ Dilakukan audit menyeluruh terhadap izin lahan dan mitra yang terlibat.
✅ Dihentikan alih fungsi lahan liar yang merusak ekosistem Puncak.
✅ Dilaksanakan restorasi lingkungan untuk memulihkan dampak yang ditimbulkan.
Jika PTPN III tetap mengutamakan keuntungan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan, bencana ekologis akan terus mengintai, dan kepercayaan publik terhadap perusahaan ini akan semakin menipis.