Kalimantan Utara, BERITA TOP LINE – Pada Senin, 24 Februari 2025, sekitar pukul 23.30 WITA, Markas Kepolisian Resor (Mapolres Tarakan) di Jalan Yos Sudarso, Kalimantan Utara, diserang oleh sekelompok oknum anggota TNI.
Penyerangan ini mengakibatkan enam personel polisi mengalami luka-luka dan harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Peristiwa ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama di media sosial.
Kronologi Kejadian
Insiden bermula pada Sabtu, 22 Februari 2025, ketika seorang anggota Yonif 614/Raja Pandhita (RJP) diduga dikeroyok oleh sekitar lima anggota Polres Tarakan.
Sebagai tindak lanjut, telah dilakukan mediasi antara kedua belah pihak, di mana disepakati bahwa anggota polisi yang terlibat akan memberikan kompensasi biaya pengobatan sebesar Rp10 juta kepada korban. Namun, janji tersebut tidak kunjung direalisasikan.
Ketidakpuasan atas penundaan ini memicu sekitar 20 anggota Yonif 614/RJP untuk mendatangi Mapolres Tarakan pada Senin malam, 24 Februari 2025.
Mereka bermaksud mencari lima anggota polisi yang diduga terlibat dalam insiden pengeroyokan tersebut.
Aksi spontanitas ini berujung pada pelemparan batu yang merusak fasilitas pos jaga dan beberapa kaca di Mapolres Tarakan.

Pernyataan Resmi dan Tindakan Lanjutan
Kapendam VI/Mulawarman, Kolonel Kav Kristiyanto, menegaskan bahwa insiden ini murni disebabkan oleh kesalahpahaman antar individu dan bukan merupakan konflik antar institusi.
Ia memastikan bahwa situasi di Tarakan telah kembali kondusif dan TNI-Polri tetap solid dalam menjaga keamanan di wilayah Kalimantan Utara.
Pangdam VI/Mulawarman, Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha, bersama Kapolda Kaltara, Irjen Pol Hary Sudwijanto, serta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) telah mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan insiden ini secara profesional dan berkeadilan.
Kedua institusi sepakat untuk menindak tegas personel yang terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tindakan penyerangan terhadap aparat penegak hukum yang sedang bertugas merupakan pelanggaran serius dalam sistem hukum Indonesia.
Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa siapa pun yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah dapat dikenakan sanksi pidana.
Selain itu, Pasal 351 KUHP mengatur tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka, yang juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Dalam konteks militer, anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum akan diproses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Proses hukum ini dilakukan oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan bagi prajurit yang melanggar.
Reaksi Masyarakat
Peristiwa ini menuai berbagai komentar dari netizen. Beberapa di antaranya mengkritik tindakan oknum intitusi keduanya
Netizen mempertanyakan penggunaan anggaran negara untuk membayar gaji aparat yang melakukan pelanggaran.
Ada juga yang membandingkan insiden ini dengan bentrokan yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas), menyatakan
“bahwa bentrokan antar ormas lebih dapat dimaklumi karena mereka tidak digaji oleh negara” komentar salah satu netizen di sosmed
Insiden penyerangan Mapolres Tarakan oleh oknum TNI ini menyoroti pentingnya komunikasi dan koordinasi yang baik antara institusi TNI dan Polri.
Meskipun peristiwa ini disebabkan oleh kesalahpahaman antar individu, langkah-langkah tegas dan transparan dalam penegakan hukum perlu diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Solidaritas dan sinergi antara TNI dan Polri harus terus dijaga demi keamanan dan ketertiban masyarakat.