
"Keadilan agraria harus ditegakkan! Nusron Wahid turun langsung untuk memastikan hak warga terlindungi."
TOP LINE – BEKASI – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, meninjau langsung eksekusi sengketa lahan di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan, Jumat (7/2/2025). Ia menemukan bahwa beberapa eksekusi tidak sesuai dengan denah sengketa.

Sejumlah warga terdampak menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bukti kepemilikan sah. Setelah mendengar keluhan warga dan mengecek lokasi, Nusron menyimpulkan adanya eksekusi yang keliru pada Kamis (30/1/2025).
Sejarah Sengketa
Sengketa ini bermula dari transaksi jual beli lahan sejak 1973. Seorang pemilik lahan, Juju, menjual tanah seluas 3,6 hektare kepada Abdul Hamid pada 1976 melalui Akta Jual Beli (AJB). Namun, karena tidak dilakukan balik nama, enam tahun kemudian Juju kembali menjual lahan tersebut kepada pihak lain, Kayad, yang kemudian mendaftarkan dan mendapatkan empat sertifikat resmi (M704, M705, M706, M707).
Anak Abdul Hamid, Mimi Jamilah, kemudian menggugat kepemilikan lahan dan menang hingga tingkat Mahkamah Agung (MA). Dalam eksekusi berdasarkan putusan pengadilan, rumah-rumah di lokasi sertifikat M706 ikut digusur, meskipun berada di luar objek sengketa.
Pemerintah Akan Mediasi
Nusron menegaskan akan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk keluarga Mimi Jamilah dan Kayad, untuk mencari solusi dan membahas ganti rugi bagi warga terdampak.
“Warga yang terdampak adalah pembeli sah dan tidak terlibat dalam sengketa. Kami akan memperjuangkan solusi yang adil, termasuk ganti rugi bagi mereka yang kehilangan rumah,” tegasnya.
Sebelumnya, PN Cikarang Kelas II mengeksekusi lahan seluas 3,3 hektare di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2 meskipun beberapa penghuni memiliki SHM.
Landasan Hukum
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) mengatur kepemilikan dan pendaftaran tanah.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjamin kepastian hukum bagi pemegang sertifikat.
Putusan Mahkamah Agung wajib ditaati, tetapi eksekusi harus sesuai dengan objek sengketa yang ditetapkan pengadilan.