
TOP LINE – Surakarta — Tim Liputan Khusus Program Kesetaraan Bersama Nurhayati, Direktur Rumah Vokasi Disabilitas YRPPD hari ini bertatap muka dengan Hakim, seorang Atlet Difabel yang berjuang untuk Prestasi Nasional. 11 Agustus 2024
Di tengah gemuruh persiapan menuju Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) 2024 yang akan digelar di Kota Solo, ada seorang atlet muda yang menjadi sorotan.
Farid Hakim Baihaki Marwan, yang akrab disapa Hakim, adalah salah satu atlet difabel yang saat ini sedang menjalani karantina di Hotel Griadi by Sahid, Surakarta.
Dengan semangat yang membara, Hakim berharap dapat mengukir prestasi di ajang bergengsi ini.

Hakim, yang lahir pada 3 April 2003 di Bekasi, tumbuh dalam keluarga yang penuh dukungan. Putra dari pasangan Siti Kunfarida dan Uni Wahyudi Marwan ini sejak kecil diasuh oleh neneknya yang setia mendampinginya.
Perjalanan pendidikan Hakim dimulai di SLB Negeri Pacitan pada tahun 2010 hingga 2016. Di masa-masa itu, Hakim mengikuti berbagai kursus dan kegiatan yang membantu mengembangkan bakatnya, termasuk renang, menjadi dalang cilik, dan menghafal Al-Quran. Dalam satu tahun belajar di Griya Quran Pacitan, Hakim berhasil menghafal 30 juz Al-Quran, sebuah pencapaian yang luar biasa.
Setelah menamatkan pendidikan di Pacitan, Hakim melanjutkan ke SLB YPAC Surakarta pada tahun 2019.

Di sinilah bakatnya semakin terasah dan diakui. Hakim meraih berbagai prestasi, seperti Juara 3 lomba literasi dengan tema “Bila Aku Menjadi Gibran” dan Juara 2 Lomba MTQ Tingkat Kota Surakarta.
Prestasinya yang gemilang membuatnya sering diundang untuk memberikan motivasi di berbagai pondok pesantren dan sekolah-sekolah.
Saat ini, Hakim sedang menjalani karantina sejak 17 April 2024 hingga 13 Oktober 2024 untuk persiapan Peparnas.
Dalam karantina tersebut, ia menjalani latihan intensif setiap pagi dan sore di bawah bimbingan pelatih yang berpengalaman.

Cabang olahraga yang Hakim tekuni adalah Boccia, sebuah olahraga yang dirancang khusus untuk penyandang disabilitas cerebral palsy. Olahraga ini menguji ketepatan melempar bola dan dapat dilakukan secara beregu maupun berpasangan.
“Saya ingin sekali berprestasi, makanya saya serius mengikuti latihan yang diberikan oleh para pelatih,” ungkap Hakim. Boccia sendiri adalah olahraga yang memerlukan ketepatan tinggi, di mana setiap pemain beregu harus melempar dua bola dan berkompetisi untuk mendekatkan bola tersebut ke bola target.
Tidak hanya berambisi menjadi atlet berprestasi, Hakim juga memiliki cita-cita lain yang tidak kalah mulia.
“Selain menjadi atlet, ke depan saya juga ingin menjadi penceramah dan motivator,” tambah Hakim dengan penuh keyakinan.
Menurut Nurhayati, Kisah Hakim adalah inspirasi bagi banyak orang, membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih mimpi.
“semangat dan tekad Hakim menunjukkan bahwa setiap orang memiliki potensi untuk berprestasi dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya.” Imbuh Nurhayati
Program kesetaraan melalui kisah seperti Hakim ini diharapkan dapat terus mendorong semangat inklusi dan kesetaraan di Indonesia.” Pungkas Nurhayati Aktivis Pemerhati dari Yayasan Rumah Pengembangan dan Pemberdayaan Disabilitas (YRPPD)
Selamat berjuang, sukses dan raih prestasi. Kamu pasti bisa