TOP LINE – Program Tapera Tujuan utama dalam produk hukum adalah Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian Hukum.
Adanya konsekuensi logis Adil, Manfaat dan Kepastian Hukum diterjemahkan oleh Pemerintah dalam peraturan perundang-undangan yang mampu menjangkau dan mengatur semua kepentingan masyarakat secara luas.
Namun, ada kalanya, satu produk hukum, meskipun dianggap oleh Pemerintah sudah mengandung Kepastian Hukum, tetapi Tidak Adil dan sedikit bermanfaat bagi masyarakat.
Program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang tertuang dalam UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, dan diperkuat melalui PP No.21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, ditolak oleh masyarakat, terutama masyarakat Buruh dan Pengusaha. Apa yang mereka tolak? Sangat sederhana, mereka keberatan dengan pembebanan iuran bagi pekerja.
Sejatinya, Program untuk Perumahan Pekerja bukan hanya Tapera. BPJS Ketenagakerjaan misalnya, sebetulnya mampu memfasilitasi kebutuhan perumahan bagi para pekerja. BPJS Ketenagakerjaan dapat memaksimalkan Dana Pengelolaan Aset Jamsostek untuk mengoptimalisasikan Manfaat Layanan Tambahan (MLT)
Dalam PP No. 5 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jamsostek, sekitar Triliun Rupiah dapat digunakan untuk MLT Perumahan Pekerja yang diambil dari Program JHT. Ada 4 manfaat didalamnya, yaitu : (1). Pinjaman KPR, (2). Pinjaman Uang Muka Perumahan, (3). Pinjaman Renovasi Perumahan dan (4). Pembiayaan Perumahan Pekerja dalam bentuk Kredit Kontruksi. Bahkan, skema ini sudah dijalankan oleh BPJS dengan beberapa Perbankan.
Asas Kemanfaatan dalam hal ini sebetulnya sudah tercover oleh Program BPJS Ketenagakerjaan. Namun, pemenuhan Asas Keadilan dan Kepastian Hukum, masih dipertanyakan.
Besaran Iuran Bebani Masyarakat Pekerja
Keadilan masih belum hadir, terutama dalam bentuk pembebanan iuran bagi pekerja dan pemberi kerja. Saat ini, ada beberapa beban iuran yang sudah dan harus mereka tanggung, seperti Jamsostek (UU No. 3/1999), Cadangan Pesangon (UU No. 13/2003 & ), dan Jaminan Kesehatan (UU No. 40/2004). Dapat kita bayangkan, beban perbulan yang harus dipotong dan dikeluarkan oleh 1 orang pekerja dan perusahaan. Kemudian pertanyaannya adalah; apakah akumulasi besaran iuran Tapera akan mampu memfasilitasi kebutuhan perumahan?
Apakah sudah memenuhi Kepastian Hukum? Secara normatif, Peraturan tersebut bisa dijalankan. Tetapi, belum mampu menjamin Perlindungan Hukum secara konsisten dan tidak mampu mengakomodir keinginan masyarakat terkait aturan tersebut. Lex Semper Dabit Remedium (Hukum akan selalu memberikan dan berfungsi sebagai obat), harusnya menjadi solusi dan bukan menghambat kepentingan yang lebih luas.
Ada sedikit kekhawatiran ketika satu produk hukum yang dipaksakan untuk dijalankan, apalagi apabila bersinggungan dengan unsur Bisnis berkedok Kebijakan. Stake holder yang terlibat didalamnya (bisa saja) adalah BPTapera, Perbankan, Pemberi Kerja dan Perusahaan Property. Dalam Proses Bisnis inilah biasanya muncul Tindak Pidana Korupsi yang didalamnya terdapat Gratifikasi, Suap Menyuap, dll.
Jadi, baiknya Pemerintah mengkaji ulang aturan tersebut dan memberikan ruang kepada publik untuk memberikan masukan secara normatif. (Red)