BERITA TOP LINE – SUARA UNTUK BANGSA
Oleh : Achmad Ferdy Firmansyah
Babel – Beberapa hari yang lalu bumi kita dihiasi letupan2 senjata pembunuh masal ( rudal ) yang dilluncurkan Negara Iran ke Israel dengan berbagai alasan sudut pandang / latar belakang . Manusia sebagai penghuni Planet Bumi ingin menjalani kehidupan ini berjalan aman dan damai , lantas Mengapa Perang , Perselisihan dan bentuk – bentuk frase yang memicu perbedaan sikap dan tindakan sering kita alami di manapun dan kapan pun.
Karena sudah jelas termaktub dalam semua Kitab-kitab suci masing-masing pemeluk agama yang ada di muka bumi sudah menjelaskan secara konkret.
Terutama dalam kitab suci Al Qur’an yang diyakini sebagai pedoman hidup umat muslim agar selamat dalam mengarungi hidup bukan hanya di kehidupan dunia tetapi juga di akhirat kelak.
Ketegangan dunia dari genderang perang Iran vs Israel saat ini sangat berpotensi besar terjadi Perang Besar Akhir Zaman yang mana sebelumnya telah banyak terjadi perang besar dalam sejarah kehidupan manusia , Dan di era pasca terjadinya Revolusi Perancis dan Inggris Bumi ini sudah mengalami Perang Dunia ke – 1 dan Perang Dunia ke – 2 .
Lalu apakah ada lanjutan nya jilid Perang Dunia ke – 3 ? Yang mana diprediksikan Perang Dunia ke – 3 ini persis digambarkan seperti ” Perang Besar Akhir Zaman ” menurut Kitab suci Al Qur’an, Injil dan Taurat.
Disaat ancaman perang dunia ke – 3 bakal terjadi yang akan berdampak pada kerusakan besar – besaran serta kehancuran bumi yang super dahsyat termasuk Kedaulatan, Kemandirian dan Kebutuhan Pokok dalam mengimplementasikan roda kehidupan Negara dan Seluruh Rakyat Indonesia.
Apalagi agenda kalender nasional akan menjalankan tahapan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada ) serentak yang di pastikan akan menelan total biaya besar yang super dahsyat dengan diselenggarakannya 38 Wilayah ditingkat Provinsi dan 514 daerah ditingkat Kab / Kota. Lalu Apa dampak positif dan negatifnya dari Pilkada Serentak ini ?
Faktualnya hasil pilkada yang sudah ada sebelum nya ternyata banyak membawa dampak negatif artinya output pilkada dalam konteks Kepemimpinan di daerah banyak melahirkan benih dan kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) padahal harapan masyarakat di daerah yang begitu polos ingin Putra Daerahnya bisa membawa angin kesejahteraan dan kemakmuran.
Dan ternyata Pilkada yang digelar hampir di seluruh wilayah atau daerah hanyalah angan-angan kemajuan dan kemakmuran semu dari Mimpi di siang bolong dalam berdemokrasi sehingga taraf kehidupan masyarakat di daerah belum sesuai dengan visi dan misi masing-masing penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pilkada atau proses siklus kepemimpinan daerah justru di ekploitasi secara politik dan ekonomi oleh Para Elit Politik dan Pemilik Modal atau istilah bekennya Oligarki ditingkat Nasional maupun Lokal bahkan tidak menutup kemungkinan ditingkat Global tergantung Sumber Daya Alam di suatu daerah yang dibutuhkan oleh kepentingan Kaum Globalis
Kemudian, Apa korelasi Perang Besar yang sudah terjadi di muka bumi dengan kesibukan kita menggelar Perang Kecil atau Pilkada serentak nantinya ?
Secara Geografis Negara Indonesia memang tidak bersinggungan langsung dengan kawasan atau titik lokasi kemelut Perang besar yang terjadi saat ini, tetapi kita harus sadar dan paham bahwa ancaman secara langsung dan tidak langsung dalam perspektif Geopolitik Negara Indonesia adalah sebuah keniscayaan
Sikap Geopolitik negara sebesar Indonesia sedang di tunggu – tunggu negara lain mengingat kekuatan secara Geografis dan Demografis disertai potensi kekayaan SDA yang dimiliki Negara Indonesia sangatlah strategis dalam menyikapi kehidupan Panggung Internasional
artinya Negara Indonesia berpotensi besar dalam menyerukan ” Perdamaian Dunia ” . Namun jika Negara Indonesia hanya sekedar menonton Film ” Perang Dunia ke – 3 ” ini maka dipastikan akan terjadi stagnasi bahkan degradasi taraf hidup layak di kehidupan masyarakat Indonesia meskipun telah menjalankan secara patuh amanat konstitusi berupa pelaksana Pilkada dan kebijakan Nasional lainnya.
Sedangkan kita begitu sadar dalam kondisi normal tanpa konflik Dunia Internasional pun proses dan output Pilkada yang sebelumnya sekali lagi hanyalah ” Mimpi disiang bolong ” menuju kemajuan dan kemakmuran rakyat.
Maka dari itu perlunya Kebijaksaan Nasional dari pemegang kekuasaan tertinggi yang mampu melindungi segenap kehidupan rakyat Indonesia dalam situasi Konflik ” Perang Dunia Ke – 3 ” yang sudah di depan mata agar kelangsungan hidup rakyat terutama kebutuhan pokok bisa diatasi seperti kebijaksanaan nasional saat melawan tragedi Covid 19 yang melanda dunia beberapa tahun lalu. Karena besar kemungkinan Konfil Perang Iran vs Israel akan mengarah pada ancaman bahaya kelaparan massal, wabah penyakit , arus ketersediaan pangan dunia terhambat karena faktor gagal produksi dan gangguan distribusi yang pasti dirasakan seluruh manca negara akibat dari Dahsyat gangguan alam dari kekejaman tangan – tangan manusia dalam melakukan kerusakan di muka bumi.
Secara politis langkah kebijaksanaan nasional yang dipandang perlu untuk mengantisipasi ancaman perang dunia ke – 3 ini salah satu nya dengan mengambil kebijakan untuk *Tidak menggelar Pilkada serentak pada tahun 2024 dan seterusnya* melalui kekuatan atau pintu PERPUU terkecuali Pemerintah Pusat legowo melimpahkan kewenangan mutlak kepada daerah berupa otonomi daerah sebesar-besarnya seperti dalam konstruksi kewenangan ” Negara Bagian ” agar Negara Indonesia bisa mengalih fungsikan dari anggaran pilkada ke sektor ketahanan pangan yang pasti mengancam keberlangsungan hidup masyarakat akibat “Perang Besar ” melanda, karena yang dihasilkan dari Pilkada itu hanyalah “Pepesan kosong ” yang berwujud harapan semu dan tidak membawa kemakmuran bagi rakyat nya.
Mari kita maknai bersama bunyi Pancasila sila ke 4 yang berbunyi ” Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat / kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” dan makna yang terkandung di dalam sila ke -4 tersebut adalah Kepemimpinan Nasional maupun Lokal (daerah) itu lahir dari proses penuh hikmat dan kebijaksanaan dari para wakil rakyat dalam mekanisme Permusyawaratan bukan lah Pemilihan langsung.
Dari sini bisa tersimpulkan bahwa sistem politik yang dijalankan dengan menggelar Pilkada sudah tidak kompatibel dengan falsafah hidup atau ” Way of life ” bahkan mengingkari ikrar kita berideologi dalam Kehidupan Negara Indonesia.